Sunday, May 22, 2011

....GUA TABUHAN....

"Lantunan musik jawa terdengar dari pukulan-pukulan stalaktit-stalakmit "

Goa Tabuhan terletak di desa Wareng, kecamatan Punung ( dari kota Pacitan ke arah Barat ) dan dapat juga di akses melalui Gunungkidul, Yogyakarta. Jalan menuju ke gua ini tidaklah sulit dan bisa dibilang hampir sejalan dengan gua Gong.
Saat datang di lokasi gua Tabuhan maka kita akan disuguhi oleh pemandangan aneka cinderamata khas Pacitan, seperti batu akik dan aneka kerajinan lainnya. Untuk memasuki mulut gua maka kita harus menaiki tangga yang tertata apik, bagi yang tidak suka panas...tidak usah khawatir ;-p, sepanjang kita menaiki anak tangga terdapat pohon rindang raksasa yang memayungi, seakan-akan sengaja berdiri untuk melindungi mulut gua dari sengatan sang surya.


Tonjolan stalakmit dan stalaktit berukuran raksasa menghiasi mulut gua, tertata begitu megah hingga tanpa sadar mulut ini terbuka dan berkata “waaaa....” , “Bagus..bagus banget X-D !”. Namun kejutan yang menakjubkan baru saja dimulai ketika kami kita sudah memasuki mulut gua, tidak jauh kira-kira hanya 4-5 meter dari sisi kanan mulut gua terdapat tulisan dilarang masuk !...ada apa gerangan ?? ..... tak lain, ternyata lokasi tersebut sedang digunakan untuk mencari peninggalan-peninggalan manusia purba yang dahulu pernah ditemukan di dalam gua Tabuhan.
Langkah kaki terus berlanjut ke dalam gua, namun pikiran ini melayang ke pelajaran sejarah saat SMA...teringat sebuah nama...“Gustav Heinrich Ralph !” paleontolog dan geolog dari Jerman, seorang ahli purbakala yang mengenalkan budaya pacitanian lantaran beliau menemukan begitu banyaknya perkakas manusia purba Paleolitik di Pacitan !
“Waow...saat dulu Cuma dihafal sekarang baru merasa kagum >.< !! “ Perjalanan menuju sisi dalam gua jauh dari kesan sempit, bagian tengah dari gua Tabuhan begitu luas, tampak lokasi para musisi Jawa dan waranggana beraksi. Bila ada rombongan yang ingin melihat aktraksi bermain gamelan dari dinding gua dan stalaktit-stalakmit dikenakan biaya 100 ribu. Beruntung saat itu pengunjung gua Tabuhan terbilang banyak sehingga masing-masing dari kami cukup urunan berapa ribu saja...hehehehe ;-ppp Musik yang dimainkan adalah lagu jawa dengan iringan gamelan..tetapi mana gamelannya ??...tidak ada...meraka hanya menggunakan dinding gua yang menonjol,




stalaktit-stalakmit ! Bebatuan hasil bentukan alam dengan panjang dan tinggi yang bervariasi ( antara 1 hingga 50 meter ) menghasilkan nada-nada gamelan Jawa ataupun pentatonik !
Seusai mendengarkan atraksi dari para musisi, kita melanjutkan perjalanan ke bagian yang lebih dalam gua, jalan sempit , gelap dan tetesan air menyambut kami. Suasana berubah sedikit seram...terutama memang diantara kami ada yang gemar jahil dan menakut-nakuti....-.-“
Maju dan terus maju akhirnya kita sampai pada penghujung gua...tampak seperti ruang-ruang kecil pada dinding gua, yang seketika, pada saat itu juga kita asumsikan sebagai kamar-kamar manusia purba :-DDD (hohoho mulai berandai-andai )

Di balik keindahan dan misteri purbakala yang dikandungnya, gua Tabuhan memiliki cerita yang unik mengenai asal muasal ditemukannya. Sebenarnya menurut cerita penduduk sekitar sebelum bernama Gua Tabuhan, gua ini bernama Tapan yang berarti tempat bertapa. Berdasarkan cerita turun temurun, gua tersebut dijadikan tempat bertapa para pengawal Pangeran Diponegoro, seperti Sentot Alibasyah Prawirodirjo. Ia bertapa sekaligus bersembunyi dari kejaran Belanda. Pangeran Sam-bemyawa (RM. Said, pendiri Mangkunegara) di tahun 1700-an juga pernah bersembunyi dan bertapa di sini. Demikian pula halnya dengan Banteng Wareng yang masih keturunan Sultan Yogyakarta.
Tetapi siapakah penemu gua Tabuhan pertama kali ?? untuk sejarah penemuan gua pertama kali diceritakan oleh penduduk sekitar adalah seorang kyai bernama Kyai Santiko. Kyai Santiko yang pada saat itu kehilangan lembunya berusaha mencarinya dan ternyata ditemukan di dalam gua, yang tak lain adalah gua Tabuhan sekarang. Kyai Santiko memiliki keturunan bernama Raden Bagus Joko Lelono dan Putri Raden Ayu Mardilah yang membersihkan gua dari belukar. Kemudian belakangan ini keturunan dari Raden Bagus Joko yang memiliki darah seni menyebutnya sebagai Gua Tabuhan karena bebatuan menjulur dari langit-langit ataupun yang menjulang (stalagmit dan stalaktit), dapat dijadikan alat musik (gamelan).


Bagaimana menarik bukan ? :-DD
Sebuah tempat pertunjukkan alam disertai dengan nilai budaya purbakala yang tinggi !!!

Saya Dimas R. Balti dari Pacitan Berbagi Cinta

No comments:

Post a Comment